— SMA SCHOOL OF HUMAN —
Artikel oleh Mutiara Faradilla Hani, S.Pd.Kons.
===oOo===
Bagi banyak siswa-siswi, ruang BK sering punya “citra horor”. Dipanggil Guru BK kadang langsung dikira habis bikin masalah. Padahal, kalau dilihat dari fungsi aslinya, Bimbingan dan Konseling justru hadir untuk menemani siswa-siswi tumbuh, bukan hanya mengurusi pelanggaran tata tertib. Di School of Human, cara pandang itu pelan-pelan diubah.
Guru BK tidak ditempatkan sebagai “penjaga pintu hukuman”, tetapi sebagai sahabat yang siap hadir, mendengar, dan membimbing. Bimbingan dan Konseling menjadi bagian penting dari ekosistem sekolah inklusi yang menjadikan manusia dengan segala perbedaannya sebagai pusat perhatian.
Di usia remaja, apalagi di jenjang SMA yang ada di School of Human, siswa-siswi berada pada fase yang serba campur aduk: tugas menumpuk, pertemanan berubah, rasa percaya diri naik-turun, kadang bingung dengan identitas diri, belum lagi masalah di rumah yang tidak selalu bisa diceritakan ke siapa pun. Ada yang kesulitan belajar, ada yang merasa berbeda dari teman-temannya, ada yang diam-diam lelah secara emosional.
Tidak semua hal enak diceritakan ke orang tua, tidak semua hal aman curhat ke teman. Di titik itulah Guru BK di School of Human hadir sebagai “teman bicara yang profesional”: mendengarkan tanpa menghakimi, menjaga kerahasiaan, dan membantu siswa-siswi mengurai perasaan dan pikirannya satu per satu.
Sebagai sekolah inklusi, School of Human memiliki siswa-siswi dengan latar belakang dan kebutuhan yang beragam. Ada siswa-siswi yang berkembang dengan cara yang sedikit lebih pelan, ada yang sangat sensitif secara emosional, ada yang kesulitan dalam interaksi sosial. Guru BK menjadi salah satu jembatan penting agar semua siswa-siswi tetap merasa diakui dan diterima. Di dalam sesi konseling, tidak ada siswa-siswi “nakal” atau “bodoh”.
Yang ada adalah manusia yang sedang belajar memahami dirinya sendiri dan lingkungannya. Guru BK ikut membantu menyesuaikan strategi belajar, mengatur ekspektasi, serta menjembatani komunikasi antara siswa-siswi, guru, dan orang tua agar semua berada dalam frekuensi yang sama.

Yang sering terlupakan adalah, siswa tidak perlu menunggu punya masalah besar untuk datang ke BK. Di School of Human, Guru BK sengaja membuka diri dan “menjemput bola” lewat berbagai kegiatan: masuk ke kelas, mendampingi program kesiswaan, terlibat dalam kegiatan keputrian, hingga hadir saat event kolaborasi dengan orang tua.
Harapannya, siswa-siswi terbiasa melihat Guru BK sebagai bagian dari keseharian sekolah, bukan sosok yang hanya muncul ketika ada masalah disiplin. Banyak siswa yang datang bukan karena konflik, tetapi karena ingin belajar mengatur waktu, mencari cara belajar yang cocok untuk dirinya, atau sekadar butuh ruang aman untuk mengatakan, “Kak, akhir-akhir ini saya capek sekali.”
Di balik itu semua, kolaborasi menjadi kunci. Guru BK di School of Human tidak bekerja sendirian. Mereka berjalan bersama wali kelas, guru mata pelajaran, dan orang tua. Ketika ada perubahan perilaku siswa-siswi—tiba-tiba sering absen, nilai turun, atau tampak lebih murung—informasi disampaikan secara bijak, bukan untuk menghakimi, tetapi untuk mencari jalan keluar bersama. Di sekolah inklusi seperti School of Human, pola pikirnya sederhana namun kuat: tidak ada anak yang “bermasalah”, yang ada adalah anak yang sedang menghadapi masalah dan butuh ditolong.

Perlahan, budaya “malu ke BK” diubah menjadi “boleh kok cerita ke BK”. Itu tercermin dari siswa-siswi yang mulai berani mengetuk pintu ruang konseling, hanya untuk bilang, “Kak, saya mau cerita sedikit, boleh?” atau “Kak, saya ingin tanya soal rencana kuliah.” Di momen-momen seperti itulah, peran Guru BK sebagai sahabat siswa-siswi benar-benar terasa.
Di balik pintu yang tertutup rapat, ada obrolan-obrolan jujur tentang rasa takut, kecewa, iri, bangga, dan harapan. Dari obrolan itu, siswa-siswi keluar bukan dengan hidup yang tiba-tiba sempurna, tapi dengan langkah yang sedikit lebih ringan dan pandangan yang sedikit lebih jelas.

Pada akhirnya, keberadaan Guru BK di School of Human adalah salah satu wujud nyata kepedulian sekolah terhadap kesehatan mental, perkembangan karakter, dan masa depan siswa-siswinya. Guru BK hadir di tengah masalah, mendampingi saat bingung, menyapa saat tenang, dan siap menjadi tempat kembali ketika hati lelah.
Di School of Human, pesan yang ingin dibangun sederhana: Guru BK bukan hanya hadir saat siswa bermasalah, tetapi selalu ada di tengah perjalanan mereka—sebagai sahabat, penguat, dan penunjuk arah ketika jalan terasa gelap.

Mutiara Faradilla Hani, S.Pd., biasa di SOH dipanggil dengan panggilan Kak Ara, adalah Guru mata pelajaran 12th Century Academic (21CA) dan Desain Cita-cita (21CA) di SMA School of Human. Pada dasarnya Ia adalah Guru Bimbingan dan Konseling (BK) dan sudah bergabung di School of Human sejak tahun 2019.

