— SMP SCHOOL OF HUMAN —
Artikel oleh Fathi Nur Amin, S.Kom.
===oOo===
Dalam praktik pendidikan di SMP School of Human, kegiatan observasi kelas merupakan bagian penting dari proses pengembangan profesional guru. Namun, sering kali kegiatan ini diidentikkan dengan proses penilaian yang menegangkan. Guru merasa sedang diawasi, sementara pengamat dianggap sebagai penilai yang mencari kesalahan.
Padahal, jika dipandang dengan cara yang lebih humanis, observasi kelas sesungguhnya merupakan sebuah bentuk seni — seni memahami, mengapresiasi, dan merasakan keindahan proses belajar mengajar yang terjadi di ruang kelas.
Observasi sebagai Upaya Merasakan, Bukan Sekadar Mencatat
Sebagaimana seorang seniman tidak hanya meniru bentuk objek yang dilihatnya, seorang pengamat pembelajaran di SMP School of Human juga dituntut memiliki kepekaan untuk merasakan suasana kelas. Ia tidak hanya mencatat langkah-langkah pembelajaran, tetapi juga menangkap getaran suasana yang muncul: bagaimana guru membangun kedekatan dengan peserta didik, bagaimana siswa-siswi menunjukkan antusiasme, serta bagaimana setiap interaksi kecil menciptakan pengalaman belajar yang bermakna.
Setiap kelas di SMP School of Human memiliki “warna” dan “ritme” yang berbeda. Ada kelas yang ceria, ada yang tenang, dan ada pula yang penuh eksplorasi. Ketika observasi dilakukan dengan pandangan yang artistik dan empatik, setiap perbedaan itu justru memperkaya keindahan proses pembelajaran yang autentik.
Sebagaimana dikatakan John Dewey, “Education is not preparation for life; education is life itself.”
Dalam konteks observasi, pernyataan ini mengingatkan bahwa pembelajaran bukanlah kegiatan yang kaku dan teknis, melainkan kehidupan yang terus bergerak dan penuh makna.
Dari Evaluasi Menuju Apresiasi
Pendekatan observasi yang bersifat teknis memang diperlukan untuk menjaga mutu pembelajaran. Namun, jika hanya berhenti pada angka dan indikator, maka esensi pendidikan akan kehilangan ruhnya. Di SMP School of Human, observasi diarahkan untuk menjadi ruang apresiasi — bukan semata evaluasi. Guru yang berupaya menyesuaikan strategi dengan karakter siswa-siswi, murid yang mulai berani mengemukakan pendapat, atau suasana kelas yang penuh tawa — semuanya merupakan bentuk keberhasilan yang layak dihargai.

Dengan mengedepankan apresiasi, observasi tidak lagi terasa sebagai bentuk pengawasan, tetapi menjadi ruang dialog yang membangun kesadaran reflektif. Guru tidak “dinilai”, melainkan “ditemani” dalam perjalanan profesionalnya.
Sebagaimana pesan Ki Hajar Dewantara, “Setiap orang menjadi guru, setiap rumah menjadi sekolah.”
Prinsip ini menjadi dasar semangat di SMP School of Human, bahwa setiap momen pembelajaran — baik oleh guru maupun murid — adalah kesempatan untuk belajar dan bertumbuh bersama.
Ekspresi Reflektif: Membingkai Keindahan Proses
Seni observasi juga dapat diwujudkan dalam bentuk ekspresi reflektif. Setelah kegiatan observasi, pengamat dapat menuliskan catatan naratif tentang suasana belajar, membuat sketsa sederhana tentang interaksi di kelas, atau mengutip kalimat reflektif dari percakapan guru dan siswa-siswi.
Pendekatan ini telah mulai diterapkan di SMP School of Human untuk menjadikan laporan observasi lebih hidup dan bermakna. Hasilnya bukan hanya berupa data, melainkan cermin kemanusiaan yang menampilkan semangat belajar di sekolah ini.
Observasi yang Menghidupkan Dialog
Seni dalam observasi juga terletak pada cara hasilnya dikomunikasikan. Di SMP School of Human, refleksi hasil observasi dilakukan melalui dialog yang hangat dan sejajar antara pengamat dan guru.
Ketika umpan balik disampaikan dengan bahasa yang menghargai dan menumbuhkan, guru merasa didengar, bukan dihakimi; dibimbing, bukan diperiksa. Dari suasana dialog inilah lahir motivasi untuk memperbaiki praktik mengajar dan memperdalam kesadaran profesional.
Penutup
Mengajar adalah seni, dan mengamati proses mengajar juga merupakan seni. Di SMP School of Human, observasi kelas bukan hanya kegiatan administratif, melainkan kesempatan untuk menyaksikan karya manusia dalam bentuk paling luhur — mendidik dengan hati.
Ketika observasi dilakukan dengan empati, penghargaan, dan pandangan yang indah, setiap ruang kelas menjadi kanvas pembelajaran, setiap interaksi menjadi sapuan warna, dan setiap guru menjadi seniman yang sedang melukis masa depan generasi penerus bangsa.

Fathi Nur Amin, S.Kom, biasa di SOH dipanggil dengan panggilan Abah Fathi, adalah Guru mata pelajaran Information and Communication Technology (ICT) dan juga mengajar mata pelajaran Pendidikan Pancasila (PP) di SMP School of Human. Ia telah bergabung di School of Human sejak tahun 2016, setahun setelah SOH lahir. Di tahun pelajaran 2025-2026 ini, Ia juga diberi amanah tambahan sebagai Wali Kelas 7 SMP School of Human.
