Menyatu dalam Satu Frekuensi – Sinergi Emas PTA dan School of Human di Quality Time 1 untuk Pahami Watak Anak

Share This Post

— SMA SCHOOL OF HUMAN —

Artikel oleh Wiji Tri Wahyuni, S.Pd.

===oOo===

Lebih dari sekadar seminar, “Quality Time 1” menjadi cetak kolaborasi orang tua dan sekolah, membuktikan bahwa untuk membesarkan anak, kita semua harus ‘belajar dan bertumbuh bersama’ dalam satu paradigma.

Tantangan terbesar dalam ekosistem pendidikan bukanlah kurikulum, bukan pula fasilitas. Tantangan terbesarnya adalah “frekuensi” memastikan bahwa frekuensi, nilai, dan paradigma yang dipegang oleh sekolah sejalan dan searah dengan yang diterapkan di rumah. Tanpa keselarasan ini, anak akan kebingungan. Di sekolah ia diajarkan untuk merayakan proses, di rumah ia dituntut hasil. Di sekolah ia didorong menjadi dirinya sendiri, di rumah ia dibanding-bandingkan. School of Human (SOH) memahami betul risiko disonansi ini. Karena itulah, sebuah inisiatif monumental lahir dari rahim kolaborasi sejati: Quality Time 1.

Diselenggarakan pada hari Sabtu, 1 November 2025, di Aula Munif Chatib SOH sebuah nama yang identik dengan filosofi pendidikan yang memanusiakan, acara ini bukanlah sekadar seminar parenting biasa. Ini adalah sebuah pernyataan sikap. Ini adalah wujud nyata dari kerja sama erat antara sekolah dan orang tua, yang diwakili oleh PTA (Parent-Teacher Association), untuk secara sadar duduk bersama, belajar bersama, dan yang terpenting, menyamakan paradigma.

Tema yang diusung, “Sukses Pendekatan dan Komunikasi Kepada Anak Dengan Mengenal Watak Diri dan Anak,” adalah pilihan yang sangat fundamental. Ia langsung menusuk ke jantung persoalan: bagaimana kita bisa berkomunikasi sukses jika kita tidak mengenali “bahasa” anak? Dan lebih dalam lagi, bagaimana kita bisa mengenali bahasa mereka jika kita tidak mengenali “bahasa” kita sendiri?

Pesta Belajar yang Hangat, Bukan Kuliah yang Kaku

Sejak awal, “Quality Time 1″ dirancang untuk meruntuhkan kekakuan. Ini bukanlah forum di mana orang tua datang untuk “dihakimi” atau “digurui“. Suasana ini dibangun sejak menit pertama. Sebelum materi-materi disajikan, panggung lebih dulu dihidupkan oleh talenta-talenta luar biasa dari Unit Aktivitas Tari dan Unit Aktivitas Band School of Human.

Ini adalah langkah cerdas. Dengan menampilkan kreativitas anak-anak, suasana yang terbangun adalah perayaan (celebration), bukan penghakiman (judgment). Energi yang tercipta menjadi hangat, meriah, dan penuh optimisme. Pesan yang tersampaikan jelas: kita di sini untuk merayakan anak-anak kita, dan cara terbaik merayakannya adalah dengan belajar menjadi lebih baik untuk mereka. Kehadiran penuh dari jajaran pimpinan sekolah, termasuk CEO & Direktur School of Human, Bapak Ali Mohamad Amin, dan Wakil Direktur, Mr. Zayn Ali, semakin menegaskan komitmen SOH. Ini bukan program “titipan” ke PTA, tapi program yang dipeluk erat oleh sekolah sebagai agenda vital.

Menyelami Watak Bersama “Mas Lanang”

Kunci sukses dari sebuah seminar adalah “siapa” yang berbicara. PTA dan SOH berhasil menunjukkan kecermatan mereka dengan mengundang narasumber yang tidak hanya kompeten, tetapi juga “seru dan keren” yaitu dr. Muhammad John Elang Lanang Sismadi, MARS, CH, CMHt., CMNLP. Sapaan akrabnya, Mas Lanang, langsung mencairkan suasana. Sebagai putra dari pakar neurosains terkemuka, dr. Aisah Dahlan, Mas Lanang membawa warisan keilmuan yang kuat, namun menyampaikannya dengan gaya yang segar, relevan, dan membumi. Ia adalah sosok yang sempurna untuk menjembatani dunia psikologi formal dengan realitas parenting sehari-hari yang penuh tantangan.

Dalam sesinya, Mas Lanang mengupas tuntas pentingnya “mengenal watak diri dan anak.” Ia mengajak orang tua yang hadir untuk melakukan introspeksi: sudahkah kita mengenali watak dasar kita sendiri? Apakah kita seorang koleris yang cenderung mengatur, sanguinis yang ceria, melankolis yang perfeksionis, atau plegmatis yang cinta damai?

Ini adalah “tamparan” kesadaran yang penting. Sering kali, konflik dengan anak terjadi bukan karena anak “nakal“, tetapi karena watak kita berbenturan dengan watak alaminya. Kita yang koleris-perfeksionis mungkin stress melihat anak kita yang plegmatis-santai. Kita yang sanguinis-ekspresif mungkin bingung mengapa anak kita yang melankolis-introvert butuh waktu lama untuk menyendiri setelah beraktivitas. Mas Lanang, dengan gayanya yang seru, memberikan “kunci-kunci” praktis untuk mengenali watak-watak ini, baik pada diri kita maupun pada anak. Hasilnya adalah sebuah pencerahan kolektif di aula tersebut: “Oh, jadi anakku bukan malas, dia memang plegmatis.” “Oh, jadi aku bukan ibu yang gagal, aku hanya melankolis yang berekspektasi terlalu tinggi.”

Menyatukan Frekuensi: Mengapa Ini Penting?

Apa yang dilakukan di Aula Munif Chatib hari itu jauh melampaui sekadar tips parenting. Itu adalah upaya menyatukan frekuensi. Filosofi yang dianut School of Human, yang akarnya kuat pada pemikiran Alm. Baba Munif Chatib, adalah tentang memandang anak sebagai fitrah yang utuh. Bahwa bakat adalah “rasa suka” yang harus diapresiasi, bukan dipaksa. Bahwa anak “nakal” sejatinya hanya sedang “haus” akan pemenuhan kebutuhan dasarnya. Bahwa setiap anak berhak merasa “Aku Bisa!” melalui apresiasi atas karya sekecil apapun. Filosofi luhur ini akan sia-sia jika di rumah, anak mendapatkan “frekuensi” yang berbeda.

Quality Time 1″ adalah wadah untuk sinkronisasi. Ketika Mas Lanang berbicara tentang menghargai watak anak yang berbeda, itu selaras dengan filosofi SOH tentang “Bantu Anak Kita Mendaki” di “puncak gunungnya sendiri“, bukan puncak gunung pilihan orang tua. Ketika para orang tua belajar untuk tidak melabeli anak, itu selaras dengan paradigma SOH untuk “fokus pada faktor penyebab” perilaku, bukan pada perilakunya itu sendiri.

Wadah untuk Bertumbuh Bersama

Quality Time 1″ telah sukses melampaui tujuannya. Ia bukan hanya berhasil menjalin kerja sama antara PTA dan sekolah, atau menghadirkan narasumber yang luar biasa. Ia telah berhasil menjadi wadah yang tepat untuk belajar dan bertumbuh bersama. Para orang tua pulang bukan hanya dengan catatan baru, tetapi dengan paradigma baru. Para guru merasa didukung karena kini mereka tahu bahwa orang tua di rumah berbicara “bahasa” yang sama.

Dan yang terpenting, anak-anak School of Human adalah pemenang utamanya. Mereka kini berada dalam ekosistem yang lebih sehat, di mana rumah dan sekolah telah bersepakat untuk menyatukan frekuensi demi perkembangan mereka. Ini adalah langkah pertama yang monumental, dan gaungnya akan terasa di setiap ruang kelas dan di setiap meja makan.

▶️ Video Dokumentasi : DISINI

Wiji Tri Wahyuni, S.Pd., biasa di SOH dipanggil dengan panggilan Kak Wiji, adalah Guru mata pelajaran Sosiologi (SOS) di SMA School of Human dan juga mengajar mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di SMP School of Human. Tidak hanya mengajar mapel yang diampu, Ia juga dipercaya untuk menjadi bagian dari Tim Creative-Preneur dan/atau mengajari Masak-Memasak kepada para murid. Ia sudah bergabung di School of Human sejak tahun 2018. Di tahun pelajaran 2025-2026 ini, Ia diberi amanah tambahan sebagai Wali Kelas 11B SMA School of Human.

Yuk Daftar Sekarang!!

Sekolah Pemantik Bakat dan Minat Siswa

More To Explore

SMP-SMA School of Human

Sekolah Pemantik Bakat dan Minat Siswa