Kanvas yang Hidup – Fiction Fest School of Human dan Kekuatan Kostum sebagai Media Ekspresi dan Eksistensi

Share This Post

— SMA SCHOOL OF HUMAN —

Artikel oleh Wiji Tri Wahyuni, S.Pd.

===oOo===

Jumat, 3 Oktober 2025, bukanlah hari sekolah yang biasa di School of Human (SOH). Suasana akademik yang tenang berganti menjadi riuh rendah tawa dan warna. Anda bisa melihat SpongeBob SquarePants sedang berbincang serius dengan Dora the Explorer di dekat perpustakaan. Di lapangan, sekelompok Upin & Ipin berlarian, mungkin dikejar oleh Gumball Watterson. Di pojokan lain, trio Alvin and the Chipmunks terlihat sedang ‘berdebat’ seru dengan gaya khas mereka.

Di lapangan, sekelompok Upin & Ipin berlarian riang, tak jauh dari Nusa dan Rara yang berjalan damai sambil menyapa teman-teman, mungkin mereka semua sedang dikejar oleh Gumball Watterson. Dan itu baru sebagian kecil; puluhan tokoh kartun lain, dari yang klasik hingga modern, memeriahkan setiap koridor. Ini adalah Fiction Fest, sebuah perayaan di mana imajinasi mengambil alih, dan temanya adalah “Kartun”.

Bagi orang luar, acara dress-up atau cosplay di sekolah mungkin terlihat seperti sekadar “hura-hura” intermeso yang menyenangkan dari rutinitas belajar. Namun di School of Human, sebuah sekolah yang fondasinya adalah inklusi, Fiction Fest memiliki makna yang jauh lebih dalam. Ini adalah laboratorium sosial yang dirancang dengan cermat. Ini adalah panggung di mana dua kebutuhan manusia yang paling mendasar dipenuhi: kebutuhan untuk berekspresi dan kebutuhan untuk diakui eksistensinya.

Kostum sebagai Bahasa Ekspresif

Di School of Human, kami memahami bahwa “ekspresi” bukanlah konsep tunggal. Dalam lingkungan inklusif kami, di mana setiap anak memiliki spektrum komunikasi dan interaksi yang unik, kami tidak bisa bergantung pada kata-kata lisan semata. Ada siswa/i yang berekspresi dengan cemerlang melalui tulisan, ada yang melalui gambar, ada yang melalui musik, dan ada yang melalui gerakan. Fiction Fest menyediakan satu lagi “bahasa” vital: bahasa kostum.

Bagi seorang anak yang mungkin merasa kesulitan merangkai kata untuk menjelaskan perasaannya, mengenakan kostum Patrick Star adalah sebuah pernyataan yang lengkap. Itu bisa berarti, “Hari ini aku ingin menjadi konyol,” atau “Aku suka karakter ini karena dia adalah teman yang setia,” atau “Aku merasa nyaman dalam warna pink.” Kostum tersebut menjadi media ekspresif yang instan dan universal.

Tema “Kartun” tahun ini sangat sempurna untuk tujuan ini. Kartun, dengan desainnya yang cerah, emosi yang jelas, dan kepribadian yang lugas, adalah bahasa visual yang dapat diakses oleh semua. Tidak ada yang perlu menebak-nebak. Saat seorang siswa-siswi hadir sebagai BoBoiBoy, ia memancarkan energi, keberanian, dan semangat petualangan. Saat siswa-siswi lain memilih menjadi Keroppi, ia mungkin sedang mengekspresikan sisi dirinya yang tenang dan ramah. Ini adalah ekspresi diri tanpa filter kecemasan sosial. Anak tidak perlu menjelaskan siapa mereka; mereka cukup menjadi.

Paradoks Eksistensi: “Topeng” yang Membebaskan

Inilah inti psikologis dari Fiction Fest yang paling penting: perannya sebagai media eksistensi. Konsep “eksistensi” berarti “diakui keberadaannya.” Bagi banyak anak, terutama mereka yang pemalu, introvert, atau neurodivergen, “menjadi diri sendiri” di tengah keramaian bisa terasa sangat menakutkan dan melelahkan. Di sinilah letak paradoks indah dari sebuah kostum: Dengan “bersembunyi” di balik topeng karakter, seorang anak justru merasa cukup aman untuk tampil ke depan.

Kostum tersebut berfungsi sebagai “skrip sosial” dan “perisai” emosional. Seorang siswa-siswi yang mungkin biasanya pendiam, kini memiliki “izin” sosial untuk bertindak. Jika ia berpakaian seperti SpongeBob, ia “diizinkan” untuk tertawa keras, bersikap konyol, dan menyapa semua orang karena itulah yang dilakukan SpongeBob. Tekanan untuk “menjadi A” (nama aslinya) hilang, digantikan oleh kebebasan “bermain peran sebagai B” (karakternya). Dalam kebebasan bermain peran inilah, eksistensi anak tersebut divalidasi. Mereka tidak hanya hadir di sekolah; mereka berpartisipasi aktif. Mereka berinteraksi, mereka dikejar, mereka diajak foto bersama, mereka menjadi pusat perhatian yang positif. Mereka terlihat.

Di SOH, kami tidak mengukur kesuksesan Fiction Fest dari seberapa akurat atau mahal kostumnya. Kami merayakannya dalam partisipasi. Sebuah kaus kuning polos adalah SpongeBob. Sebuah kerudung biru yang dipakai dengan cara tertentu adalah Dora. Fokusnya adalah pada imajinasi dan keberanian untuk berpartisipasi, bukan pada kesempurnaan eksekusi. Ini memastikan bahwa setiap anak, dari latar belakang apa pun, dapat merasa menjadi bagian tanpa hambatan.

Perayaan Identitas Kolektif

Saat Fiction Fest berakhir pada Jumat sore itu, yang tersisa bukanlah sekadar foto-foto lucu. Yang tersisa adalah ingatan kolektif akan sebuah hari di mana setiap individu merasa aman untuk mengekspresikan imajinasi liarnya. Fasilitator yang ikut berdandan, siswa-siswi yang saling memuji kostum, dan tawa yang pecah saat karakter dari dunia berbeda berinteraksi semua ini membangun modal sosial dan interaksi asosiatif.

Fiction Fest adalah penegasan filosofi School of Human. Ini adalah hari di mana kami membuktikan bahwa “memanusiakan manusia” berarti memberi mereka ruang, tidak hanya untuk menjadi diri mereka sendiri, tetapi juga untuk menjadi siapa pun yang mereka impikan. Pada 3 Oktober 2025, kami bukan hanya sekolah; kami adalah dunia kartun yang hidup, dan di dunia itu, setiap anak adalah bintang utamanya.

▶️ Video Dokumentasi : DISINI

Wiji Tri Wahyuni, S.Pd., biasa di SOH dipanggil dengan panggilan Kak Wiji, adalah Guru mata pelajaran Sosiologi (SOS) di SMA School of Human dan juga mengajar mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di SMP School of Human. Tidak hanya mengajar mapel yang diampu, Ia juga dipercaya untuk menjadi bagian dari Tim Creative-Preneur dan/atau mengajari Masak-Memasak kepada para murid. Ia sudah bergabung di School of Human sejak tahun 2018. Di tahun pelajaran 2025-2026 ini, Ia diberi amanah tambahan sebagai Wali Kelas 11B SMA School of Human.

Yuk Daftar Sekarang!!

Sekolah Pemantik Bakat dan Minat Siswa

More To Explore

SMP-SMA School of Human

Sekolah Pemantik Bakat dan Minat Siswa